Tentang Rowokangkung

LETAK GEOGRAFIS
Kecamatan Rowokangkung mempunyai Luas Wilayah 77,95 Km2 terletak pada 113o 115' 51'' - 113o 21' 40'' Bujur Timur dan 8o57' 57'' - 8o 13' 56'' Lintang Selatan. Secara administratif batas-batas Kecamatan Rowokangkung adalah :
1. Sebelah Utara : Kecamatan Jatiroto
2. Sebelah Selatan : Kecamatan Yosowilangun
3. Sebelah Barat : Kecamatan Tekung
4. Sebelah Timur : Kabupaten Jember

KECAMATAN ROWOKANGKUNG TERDIRI ATAS 7 DESA YAITU :
1. Desa Nogosari
2. Desa Sumbersari
3. Desa Sumberanyar
4. Desa Dawuhan Wetan
5. Desa Kedungrejo
6. Desa Rowokangkung
7. Desa Sidorejo
8. Desa Merakan

KODE POS :
67359

Sabtu, 21 November 2009

PUTERI SALJU DAN TUJUH MANUSIA KERDIL

Pada jaman dulu, di tengah-tengah musim dingin, ketika kepingan-kepingan salju sedang turun seperti bulu-bulu di atas tanah, seorang Ratu duduk di sebuah jendela yang kusennya terbuat dari kayu hitam dan menjahit. Dan karena menjahit dan melihat keluar pada bentangan darat yang serba putih, ia tertusuk jarinya sendiri dengan jarum, dan tiga tetes darah jatuh di atas salju di luar. Karena warna merah terlihat sangat menyolok terhadap warna putih, Ratu berkata kepada dirinya sendiri,

"Oh, what would I not give to have a child as white as snow, as red as blood, and as black as ebony!"

Dan keinginannya terkabul, karena tak begitu lama setelah itu ia melahirkan seorang anak perempuan, dengan kulit seputih salju, bibir dan pipi semerah darah, dan rambut sehitam kayu eboni. Orang-orang menyebutnya Puteri Salju, dan tak lama setelah itu sang Ratu meninggal. Setahun kemudian, Raja menikah lagi. Isteri barunya adalah seorang wanita cantik, tapi begitu sombong dan sok berkuasa sehingga ia tak tinggal diam terhadap siapapun yang menyamai kecantikannya.Ratu baru itu mempunyai sebuah cermin ajaib, dan bila ia berdiri di depannya, dengan mengamati pantulan dirinya sendiri, ia bertanya:
"Cermin, cermin, di atas dinding, Siapa yang paling cantik di antara kita?
dan cermin itu selalu menjawab:

"Paduka, Ratu, adalah wanita yang paling cantik"

Kemudian ia sangat bahagia, karena ia tahu cermin itu selalu berkata yang sebenarnya. Tapi Puteri Salju tumbuh semakin cantik setiap hari, dan ketika ia menginjak usia tujuh tahun kecantikannnya telah menyamai Ratu, dan bahkan lebih cantik daripada Ratu sendiri. Suatu hari ketika Ratu bertanya kepada cerminnya sebagaimana biasanya, cermin itu menjawab:
"Cermin, cermin, di atas dinding, Siapa yang paling cantik di antara kita?"

kini cermin itu menjawab:

"Paduka cantik, Ratu, itu memang benar. Tapi Puteri Salju jauh lebih cantik daripada paduka."

Kemudian Ratu itu dikuasai oleh nafsunya yang paling mengerikan dan menaruh iri hati kepada siapa saja yang tidak ia sukai. Mulai dari saat itulah ia membenci Puteri Salju yang malang, dan setiap hari iri hati, kebencian dan kedengkiannya terus berkembang, karena iri hari dan rasa dengki ibarat benih segala kejahatan yang bersemi dan bercokol dalam hati. Akhirnya ia tidak tahan lagi terhadap keberadaan Puteri Salju dan, setelah memanggil seorang pemburu, ia berkata,

"Bawalah anak ini keluar kedalam hutan dan jangan sekali-kali kau biarkan aku melihat wajahnya lagi. Kau harus membunuhnya dan bawa kembali paru-paru dan jantungnya, sehingga aku tahu dengan pasti bahwa ia telah mati."
Si pemburu melakukan apa yang telah diperintahkan dan membawa Puteri Salju keluar kedalam hutan, tapi saat ia menghunus pisaunya untuk membantainya, ia berkata,

"Oh, tuan pemburu, jangan kau bunuh aku. Aku berjanji bahwa aku akan menghilang kedalam hutan dan tidak pernah lagi pulang ke rumah."

Karena ia begitu muda dan cantik si pemburu menaruh belas kasihan terhadapnya dan berkata,
"Baiklah, larilah jauh-jauh, anak malang."

Karena ia berpikir binatang-binatang buas akan segera menemukan dirinya dan memakan dirinya sampai habis. Dan hatinya merasa lebih enteng karena ia tak melakukan pembunuhan itu dengan tangannya sendiri. Saat kembali pulang, seekor anak babi hutan datang berlari melintasi dirinya, maka ia tembak anak babi itu dan membawa pulang jantung dan paru-parunya kepada Ratu sebagai bukti bahwa Puteri Salju telah benar-benar mati. Dan wanita yang jahat itu memerintahkan agar jantung dan paru-paru tersebut direbus dalam air garam, dan memakannya, dengan mengira bahwa ia telah melenyapkan Puteri Salju untuk selamanya.
Nah ketika anak yang malang itu mendapati dirinya sendirian dalam hutan yang lebat pohon-pohon yang ada kelihatan berbentuk aneh-aneh, dan ia merasa begitu takut sehingga tak tahu apa yang harus ia lakukan. Di atas batu-batu yang tajam dan melalui semak-semak berduri ia tersandung, dan binatang-binatang liar berlari melintasi dirinya, tapi mereka tidak menyerangnya. Ia berlari secepat kakinya dapat membawa dirinya, dan saat petang mulai mendekat ia melihat sebuah rumah kecil dan melangkah masuk untuk beristirahat.
Segala sesuatunya yang ada dalam rumah itu sangat kecil, tapi sangat bersih dan rapi. Di tengah-tengah ruangan, berdiri sebuah meja kecil, ditutupi dengan taplak meja berwarna putih dan tujuh buah piring kecil, garpu, sendok, pisau dan gelas minum yang semuanya berukuran kecil. Di hadapan dinding terdapat tujuh buah tempat tidur yang terletak saling bersebelahan, ditutupi dengan kain putih yang amat bersih. Puteri Salju merasa begitu lapar dan haus sehingga ia makan sepotong roti dan sepotong bubur dari masing-masing piring dan minum setetes anggur dari masing-masing gelas.
Kemudian, karena merasa lelah dan ngantuk, ia berbaring di atas salah satu tempat tidur, tapi terasa tidak nyaman. Kemudian ia mencoba semua tempat tidur lainnya secara bergantian, tapi satu tempat tidur terlalu panjang, lainnya terlalu pendek, dan ketika ia mencoba tempat tidur yang ketujuh itulah ia merasa sangat cocok baginya. Maka ia berbaring di atasnya, mengucapkan doa-doanya seperti seorang anak yang baik dan segera tidur pulas.
Ketika malam benar-benar gelap para pemilik rumah kecil itu kembali. Mereka adalah tujuah manusia kerdil yang bekerja di pertambangan, jauh di bawah tengah-tengah gunung. Mereka menyalakan tujuh buah lilin kecil, dan segera setelah kedua mata mereka terbiasa dengan cahaya yang menyilaukan mereka tahu kalau ada seseorang yang telah masuk di ruang mereka, karena semuanya tidak sesuai dengan tatanan yang sama saat mereka meninggalkannya.

Yang pertama berkata, "Siapa yang telah duduk di kursiku?"
Yang kedua berkata, "Siapa yang telah makan rotiku?"
Yang ketiga berkata, "Siapayang telah mencicipi buburku?"
Yang keempat berkata, "Siapa yang telah makan dari piringku?"
Yang kelima berkata, "Siapa yang telah menggunakan garpuku?"
Yang keenam berkata, "Siapa yang telah memotong dengan pisauku?"
Yang ketujuh berKata, "Siapa yang telah minum dari gelasku?"

Kemudian manusia kerdil yang pertama melihat keliling dan melihat sebuah lobang dalam tempat tidurnya, dan ia bertanya,

"Siapa yang telah tidur di atas tempat tidurku?"
Lainnya-lain datang berlari mengitari tempat tidur tersebut, dan berteriak begitu mereka melihat tempat tidur mereka masing-masing,

"Seseorang juga telah tidur di tempat tidur."

Tapi ketika manusia kerdil yang ketujuh datang ke tempat tidurnya, ia melangkah mundur karena heran, karena di sana ia melihat Puteri Salju tertidur pulas. Kemudian ia memanggil teman-temannya, yang menyalakan lilinnya penuh-penuh di atas tempat tidur tersebut, dan ketika mereka melihat Puteri Salju berbaring mereka hampir terjatuh karena herannya.

"Astaga," teriaknya,
"Alangkah cantiknya anak ini?"

Mereka begitu terpesona oleh kecantikannya sehingga mereka tidak membangunkan mereka tapi membiarkannya tidur di atas tempat tidur kecil itu. Manusia kerdil yang ketujuh tidur dengan teman-temannya satu jam di atas masing-masing tempat tidur, dan dengan cara ini mereka bisa melewati malam itu.Pada pagi hari Puteri Salju terbangun, dan ketika ia melihat ketujuh manusia kerdil itu ia merasa ketakutan. Tapi mereka begitu ramah, dan bertanya kepadanya siapa namanya dengan cara yang ramah, yang ia jawab,

"Aku Snow White."
"Mengapa kau datang ke rumah kami?" lanjut ketujuh manusia kerdil itu.

Kemudian ia menceritakan kepada mereka bagaimana ibu tirinya ingin membunuhnya, dan bagaimana pemburu sang Ratu telah membiarkan dirinya hidup, dan bagaimana ia telah berlari sepanjang hari sampai ia datang ke rumah mereka yang kecil itu. Orang-manusia kerdil itu, begitu mendengar kisahnya yang sedih, bertanya kepadanya,

"Maukah kau tinggal dan menjaga rumah kami, memasak, membereskan tempat tidur, mencuci, menjahit dan merajut? Jika kau bisa menjaga segala sesuatu tetap bersih dan rapi, kau tidak usah repot-repot mencari kebutuhan hidupmu."

"Ya," jawab Puteri Salju,

"Aku akan senang melakukan apa yang kalian minta."

Dan demikianlah ia hidup senang dengan mereka. Setiap pagi orang-manusia kerdil tersebut masuk ke dalam gunung untuk menggali emas, dan mereka pulang bila hari sudah senja, Puteri Salju selalu menyiapkan makan malam mereka. Tapi selama siang hari ia ditinggal sendirian saja, sehingga orang-manusia kerdil yang baik hati itu mengingatkannya, dengan berkata,

"Waspadalah terhadap ibu tirimu. Ia akan segera mengetahui kau ada di sini, dan apapun yang kau lakukan jangan ijinkan orang lain masuk kedalam rumah."

Sekarang si Ratu tidak pernah bermimpi kecuali bahwa sekali lagi ia adalah orang yang paling cantik di dunia; maka, setelah melangkah di depan cerminnya pada suatu hari, ia berkata:

"Cermin, cermin, di dinding, Siapa yang tercantik di antara kita semua?"

dan cermin itu menjawab:

"Kau memang cantik, Ratuku, itu memang benar,Tapi Puteri Salju jauh lebih cantik daripada kamu. Puteri Salju, yang hidup bersama tujuh manusia kerdil,secantik kamu dan lebih cantik lagi".
Kemudian Ratu mendengar kata-kata ini ia hampir bisu karena rasa takutnya, karena cermin itu selalu berkata benar. Ia tahu sekarang bahwa si pemburu pasti telah menipu dirinya dan bahwa Puteri Salju sekarang masih hidup. Siang malam ia berpikir keras bagaimana ia bisa menghancurkannya, karena hatinya yang penuh kedengkian tidak membuatnya tenang. Akhirnya ia membuat suatu rencana. Ia mengotori wajahnya dan berdandan seperti seorang wanita penjaja tua, sehingga ia sangat tidak mudah untuk dikenali.
Dalam penyamaran ini ia pergi ke tujuh bukit sampai akhirnya ia datang ke rumah ketujuh manusia kerdil tersebut. Di sana ia mengetuk pintu, meneriakkan barang dagangan pada saat yang sama:
"Dijual barang-barang bagus; dijual barang-barang bagus!"
Puteri Salju mengintip keluar jendela dan berkata kepadanya,
"Selamat siang, mbok, apa yang kau jual?"
"Barang-barang bagus, barang-barang bagus," jawabnya,
"renda berbagai macam bentuk dan warna."
Dan ia memegang satu buah renda yang terbuat dari sutera yang berwarna cerah.
"Tentu aku bisa mengijinkan masuk wanita yang jujur ini," kata Puteri Salju,
dan ia membuka palang pintu dan membeli renda yang cantik itu.
"Manis sekali, nak," kata wanita tua itu,
"betapa pantasnya buatmu! Ayo! Akan kuikatkan sekalian padamu dengan pas."
"Puteri Salju, tanpa curiga terhadap niat jeleknya, berdiri di hadapannya dan membiarkan ia mengikat korsetnya; tapi wanita tua itu mengikatnya begitu cepat dan begitu kencang sehingga membuat Puteri Salju kehabisan nafas, dan ia jatuh seakan-akan ia telah mati."
"Sekarang kau bukan lagi yang tercantik," kata wanita jahat itu, dan kemudian ia segera pergi."
Pada petang itu ketujuh manusia kerdil itu datang ke rumah, dan betapa takutnya mereka begitu mereka melihat Snow Whitenya yang tersayang tergeletak di atas lantai, tenang dan tak bergerak sama seperti orang mati. Mereka mengangkatnya dengan pelan-pelan sekali, dan ketika mereka tahu betapa kencangnya renda yang mengikatnya mereka langsung memotongnya, dan ia mulai bernafas kembali sedikit dan berangsur-angsur kembali hidup lagi.
Ketika orang-manusia kerdil tersebut mendengar apa yang telah terjadi, mereka berkata, "Berdasarkan kenyataan ini, wanita tua penjaja keliling itu tak lain adalah si Ratu. Di masa yang akan datang kau jangan memasukkan siapapun kedalam rumah jika kami tidak ada di rumah."
Segera setelah sampai di rumah Ratu langsung pergi ke cermin ajaibnya dan berkata:
"Cermin, cermin, pada dinding, Siapa yang paling cantik di antara kami semua?"
dan cermin itu menjawab sebagaimana sebelumnya:
"Kau cantik, Ratuku, itu memang benar. Tapi Puteri Salju jauh lebih cantik daripada kamu. Puteri Salju, yang hidup bersama ketujuh manusia kerdil itu, Sama cantiknya dengan kamu, dan bisa lebih cantik lagi."
Begitu mendengar jawaban ini, Ratu menjadi pucat seperti orang mati, karena seketika itu juga ia tahu bahwa Puteri Salju pastu masih hidup.
"Kali ini," katanya kepada dirinya sendiri, "aku harus berpikir sesuatu yang bisa mengakhiri hidupnya sekali lagi dan untuk selamanya."
Dan dengan keahlian ilmu hitamnya yang ia pahami begitu baik ia membuat sisir beracun. Kemudian ia berdandan dalam rupa wanita tua lainnya. Begitulah ia pergi ke tujuh bukit dan akhirnya sampai di rumah ketujuh manusia kerdil, dan sambil mengetuk pintu ia berteriak,
"Jual barang-barang bagus."
Puteri Salju melihat keluar jendela dan berkata,
"Kau harus pergi dari sini, karena aku tidak diijinkan siapapun masuk ke sini."
"Tapi sesungguhnya kau tak dilarang untuk melihat keluar?" tanya wanita tua itu dan ia memegang sisir beracun agar ia lihat.
Sisir ini begitu menarik hati gadis itu sehingga ia membuka pintu. Begitu mereka sepakat tawar-menawar mereka, wanita tua itu berkata,
"Ayo, akan kusisir rambutmu biar rapi."
Puteri Salju yang malang tidak curiga terhadap niat jahat wanita itu, tapi begitu sisir itu menyentuh rambutnya racun itu langsung bereaksi, dan ia jatuh tak sadarkan diri.
"Sekarang, nona manis, kali ini kau benar-benar mampus," kata wanita jahat itu dan ia segera pulang secepat mungkin.
Untungnya saat itu hampir petang dan ketujuh manusia kerdil itu datang di rumah. Ketika mereka melihat Puteri Salju tergeletak di atas tanah, seketika mereka menduga bahwa Ratu jahat itu telah berulah lagi. Maka ia mencari-cari sampai menemukan sisir beracun tersebut, dan
saat itu juga mereka mencabutnya dari rambutnya.
Puteri Salju mulai sadar lagi dan mengatakan kepada mereka apa yang telah terjadi. Maka sekali lagi mereka mengingatkannya untuk tidak membukakan pintu kepada siapapun. Segera setelah Ratu itu sampai di rumah ia langsung pergi ke cermin ajaibnya, dan bertanya:
"Cermin, cermin, pada dinding, Siapa yang paling cantik di antara kami semua?"
dan cermin itu menjawab sebagaimana sebelumnya:
"Kau cantik, Ratuku, itu memang benar. Tapi Puteri Salju jauh lebih cantik daripada kamu. Puteri Salju, yang hidup bersama ketujuh manusia kerdil itu, Sama cantiknya dengan kamu, dan bisa lebih cantik lagi. Begitu mendengar kata-kata ini ia langsung naik pitam.
"Puteri Salju harus mati!" teriaknya.
"Harus, meskipun nyawaku sendiri taruhannya."
Kemudian ia pergi ke kamar rahasia, yang tidak seorangpun tahu kecuali dirinya sendiri, dan di kamar itu ia membuat apel beracun. Dari luar apel itu kelihatan cantik, separoh putih dan separoh merah siapapun yang melihatnya pasti sangat ingin memakannya. Ketika apel itu sudah beres, ia menodai mukanya sendiri dan berdandan sebagai seorang petani dan pergi ke tujuh bukit menuju ke rumah ketujuh manusia kerdil itu. Ia mengetuk pintu, tapi Puteri Salju mengeluarkan kepalanya lewat jendela dan berkata,
"Aku tidak boleh mengijinkan siapapun masuk rumah. Ketujuh manusia kerdil itu telah melarangku melakukannya."
"Apakah kau takut keracunan?" tanya wanita tua itu.
"Lihat, aku akan membelah apel ini manjadi dua. Aku akan memakan bagian yang berwarna putih dan kau dapat makan yang berwarna merah."
Apel itu dibuat begitu mahir sehingga hanya bagian yang berwarna merah saja yang beracun. Puteri Salju sangat ingin memakan buah yang sangat menggoda selera itu, dan begitu ia melihat bahwa wanita petani sedang memakannya sendiri, ia tak bisa menahan godaan itu lagi dan, sambil mengulurkan tangannya, ia mengambil separoh apel beracun itu. Tapi begitu apel beracun itu meliwati kedua bibirnya ia langsung jatuh mati di atas tanah. Kemudian kedua mata Ratu jahat itu berbinar-binar dan sambil tertawa keras, ia berteriak,

"Seputih salju, semerah darah, dan sehitam kayu eboni, kali ini orang-manusia kerdil itu tak akan bisa menolongmu lagi."
Ketika tiba di rumah ia bertanya kepada cermin ajaibnya:
"Cermin, cermin, pada dinding, Siapa yang paling cantik di antara kami semua?"
dan cermin itu menjawab sebagaimana sebelumnya:
"Kau, Ratu, adalah orang yang paling cantik di dunia."
Kemudian hatinya yang penuh dengan kedengkian itu merasa tenang, paling tidak setenang hati yang dengki yang pernah bisa tenang. Ketika orang manusia kerdil itu tiba di rumah pada senja hari mereka mendapati Puteri Salju tergeletak di atas tanah, dan ia sudah tak bernafas maupun tak bergerak. Mereka mengangkatnya dan melihat ke mana-mana untuk mengetahui apakah mereka dapat menemukan sesuatu yang beracun di sekitarnya. Mereka melepaskan korsetnya, menyisir rambutnya, membasuhnya dengan air dan anggur, tapi sia-sia belaka: anak itu telah mati dan tetap mati.

Kemudian mereka menempatkannya diatas sebuah tandu jenazah, dan ketujuh manusia kerdil itu duduk di sekitarnya, menangis dan terisak-isak selama tiga hari penuh. Akhirnya mereka memutuskan untuk menguburkannya, tapi ia kelihatan sesegar orang hidup, dan kedua pipinya masih berwarna cemerlang sehingga mereka berkata,
"Kita tak bisa menguburkannya didalam tanah yang gelap."
Maka mereka membuat sebuah peti jenazah yang terbuat dari kaca yang tembus pandang, dan mereka membaringkan Puteri Salju di dalamnya dan di atas tutupnya mereka menulis dengan huruf-huruf emas bahwa ia adalah seorang puteri kerajaan. Kemudian mereka menempatkannya peti jenazah itu di atas puncak gunung, dan salah seorang manusia kerdil selalu berada di sampingnya dan mengawasinya. Dan burung-burung yang terbang di udara datang dan meratapi kematian Puteri Salju, pertama adalah seekor burung hantu, dan kemudian seekor burung gagak, dan kemudian seekor burung merpati kecil. Puteri Salju berbaring didalam peti jenazah itu lama sekali, dan ia selalu tampak sama, seakan-akan ia sedang tertidur lelap, tetap seputih salju, semerah darah dan rambutnya sehitam kayu eboni.
Nah kebetulan suatu seorang Pangeran datang ke hutan dan melewati rumah orang manusia kerdil itu. Ia melihat peti jenazah diatas bukit itu dengan Puteri Salju nan cantik itu di dalamnya, dan ketika ia membaca huruf-huruf emas yang tertulis di sana, ia berkata kepada manusia kerdil itu,
"Berikan peti jenazah itu kepadaku. Kau akan menerima apapun yang kau minta."
Tapi manusia kerdil itu menjawab,
"Tidak, kami tak mau berpisah dengannya meskipun diberi seluruh emas di dunia."
"Baiklah, kalau begitu," kata sang Pangeran,
"berikan peti itu kepadaku hanya karena aku tidak bisa hidup tanpa Puteri Salju. Aku akan menghargai dan menyayanginya sebagai milikku yang paling kucintai."
Ia berkata dengan begitu sedih sehingga orang-manusia kerdil yang baik hati itu merasa kasihan kepadanya dan memberikan peti jenazah itu kepadanya, dan sang Pangeran menyuruh pelayan-pelayannya untuk memikul peti itu. Saat mereka menuruni bukit itu mereka tersandung sebuah semak dan menyentakkan peti jenazah itu begitu kerasnya sehingga potongan apel beracun itu keluar dari mulut Puteri Salju. Ia membuka kedua matanya, membuka tutup peti jenazah dan duduk dalam keadaan hidup dan sehat wal afiat.
"Oh, astaga, di mana aku?" teriaknya.
Sang Pangeran menjawab dengan senangnya, "Kau bersamaku."
Ia mengatakan kepadanya apa yang telah terjadi, seraya menambahkan,
"Puteri Salju, aku lebih mencintaimu daripada siapapun di seluruh dunia yang luas ini. Maukah kau ikut bersamaku ke istana ayahku dan menjadi isteriku?"
Puteri Salju setuju dan pergi bersamanya, dan pernikahan itu dirayakan dengan sangat meriah. Adapun ibu tiri Puteri Salju termasuk salah satu tamu yang diundang ke pesta pernikahan itu. Ketika ia telah berdandan dengan sangat indah demi menghadiri pesta tersebut, ia pergi ke cermin ajaib, dan berkata:
"Cermin, cermin, pada dinding, Siapa yang paling cantik di antara kami semua?, dan cermin itu menjawab sebagaimana sebelumnya:
"Kau cantik, Ratuku, itu memang benar, Tapi pengantin wanita sang Pangeran jauh lebih cantik daripada kamu. Begitu mendengar kata-kata ini wanita jahat itu menjadi sangat marah dan malu. Semula ia tak ingin pergi ke pernikahan itu, tapi pada saat yang sama ia rasa ia tidak akan pernah merasa tenang sebelum melihat Ratu muda itu. Saat ia masuk, Puteri Salju mengenalinya dan hampir pingsan karena ketakutan. Tapi sepasang sepatu besi yang sangat panas dipersiapkan secara khusus untuk Ratu tua yang jahat itu, dan ia dipaksa untuk mengenakannya dan berdansa sampai tersungkur mati. (TAMAT)
DITERJEMAHKAN MAY SELLAR.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih...Komentar Anda Tidak Menyinggung SARA.

Telah Dikunjungi :